Adaptasi

Upaya manusia bertahan dari bencana pandemi

Cari Bantuan

Cari tahu bantuan psikologi yang bisa kamu dapatkan

Kiat Sehat

Kiat tetap sehat fisik dan psikologis saat pandemi

Belajar Psikologi

Kembangkan wawasan keilmuan psikologi

Info Studi

Dapatkan info studi psikologi di dalam dan luar negeri


Bapak Psikologi Indonesia Slamet Iman Santoso







Lahirnya Pendidikan Psikologi di Indonesia diawali oleh pidato ilmiah Prof. Dr. Slamet Iman Santoso dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Indonesia pada Dies Natalis Universitas Indonesia pada tahun 1952 di Fakultas Pengetahuan Teknik UI di Bandung (sekarang ITB). Dalam pidato tersebut, beliau antara lain mengemukakan penggunaan pemeriksaan psikologis untuk mendeteksi the right man on the right place, dan menghindari the right man on the wrong place, the wrong man on the right place, serta the wrong man on the wrong place.

Prof. Dr. Slamet Iman Santoso adalah seorang ahli penyakit syaraf dan jiwa,yang menyadari bahwa tidak semua masalah kejiwaan dapat diselesaikan psikiatri, sehingga muncul niat untuk mendirikan Fakultas Psikologi di Indonesia sehingga kemudian dia dikenal sebagai Bapak Psikologi Indonesia. Latar belakang pendidikannya adalah Europeesche Lagere School (ELS), Hollandsch Inlandsche School (HIS (1912-1920) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO (1920-1923). Kemudian melanjut ke MAS-B, Yogyakarta (1923-1926); Indische Arts, Stovia (1926-1932); dan Geneeskunde School of Arts, Batavia Sentrum (1932-1934).

Sebagai kelanjutan dari pidato Prof. Dr. Slamet Iman Santoso, di lingkungan Kementerian Pendidikan, Pengadjaran, dan Kebudajaan (disingkat Kementerian PP&K), pada tanggal 3 Maret 1953 diselenggarakan Kursus Asisten Psikologi, yang diketuai oleh Prof. Dr. Slamet Iman Santoso. Tak lama setelah itu, masih dalam lingkungan Kementerian PP&K, didirikan Lembaga Psikologi, yang kemudian berubah statusnya menjadi Lembaga Pendidikan Asisten Psikologi yang secara langsung berada di bawah pimpinan Universitas Indonesia.

Pada tahun 1955, Pendidikan Psikologi Asisten Psikologi diubah statusnya menjadi Pendidikan Sarjana Psikologi, yang secara administratif berada di bawah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam SK Menteri Pendidikan, Pengadjaran & Kebudajaan Republik Indonesia No. 108049/U.U. dinyatakan bahwa Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dimulai tanggal 1 Djuli 1960. Dengan demikian, tahun 1960 merupakan tahun kelahiran Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, dengan Dekan pertamanya Prof. Dr. Slamet Iman Santoso.

Kecemasan Pak Slamet tentang masa depan bangsa sudah timbul sejak ia membacakan pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Psikiatri Fakultas Kedokteran UI di Fakultas Teknik UI, Bandung (sekarang ITB) pada tanggal 3 Maret tahun 1952. Pada waktu itu beliau menyatakan bahwa masalah bangsa yang pada waktu itu sedang mengalami transisi dari era kolonial ke era kemerdekaan, tidak mungkin ditangani oleh para psikiater sendiri. Psikiater hanya bisa mengobati orang-orang dengan gangguan kejiwaan pada masa itu, namun tidak bisa menanganinya sampai tuntas.

Psikiater, misalnya, harus menangani berbagai masalah yang timbul akibat gagalnya sistem pendidikan sehingga banyak murid yang drop out, namun psikiater tidak bisa membantu para guru untuk melaksakana penddikan yang sesuai dengan perkembangan jiwa anak. 

Demikian pula psikiater bisa mengurangi gejala stres pada para pejabat yang pada waktu itu harus mengisi pos-pos penting yang ditinggalkan Belanda, sementara mereka sendiri hanya mantan tentara revolusi yang tidak berpengalaman dan/atau berpendidikan. 

Namun psikiatri tidak bisa memecahkan masalah "the right man in the right place". Maka dalam pidatonya itu ia mengusulkan agar di UI ada pendidikan psikologi, yang diawali pada tahun 1953 (dianggap sebagai lahirnya Fakultas Psikologi UI), dengan pembukaan Balai Psikoteknik di UI yang mendidik asisten psikolog. Balai psikoteknik ini kemudian menjadi Jurusan Psikologi dari Fakultas Kedokteran UI, dan pada tahun 1960 menjadi Fakultas Psikologi UI yang berdiri sendiri. 

Dalam pidatonya sebagai Doctor HC dalam bidang psikologi, pada tanggal 3 Maret 1973, Prof. Dr (HC) dr. R. Slamet Iman Santoso mengulangi lagi komitmen dan harapannya pada psikologi di Indonesia. Beliau mengatakan daam pidatonya tersebut, "Sekalipun semua usaha sosial di Indonesia mempunyai potensi nation building, namun ilmu Psikologilah yang langsung menghubungi manusia Indonesia, baik yang muda maupun yang tua, baik yang tidak mau berubah, maupun yang saking berubahnya sampai tergelincir. .... Justru dalam negara yang kebudayaan terbentang antara jaman batu di Irian Barat, sampai jaman nuklir dan ruang angkasa, maka peran Psikologi adalah sangat perlu untuk menjadi perantara dalam hal modernisasi". 

Mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer, Medan (1937-1938) ini, sangat termotivasi dalam merintis dan mendirikan fakultas psikologi, karena sebagai psikiater beliau menemukan banyak masalah yang tidak bisa dipecahkan oleh psikiater. Dalam bidang profesi kedokteran, beliau menerima penghargaan Wahidin Sodiro Hoesodo dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tahun 1989. Sebagai seorang ahli psikologi, tahun 1961, beliau juga pernah memimpin sekitar lima puluh mahasiswa Fakultas Psikologi UI mengunjungi penduduk yang terkena gusuran pembuatan Istana Olahraga Senayan dan dipindahkan ke daerah Tebet dan Penjaringan. Mereka berdialog dengan penduduk tergusur itu. Kunjungan ini, menjadi awal pogram mahasiswa turun ke lapangan (masyarakat). Bidang studi psikologi pun makin menarik perhatian banyak orang. Masa-masa psikologi mengalami kesulitan (saat psikologi hanyalah sebuah jurusan dalam lingkungan FKUI), seperti sudah terlupakan. Saat itu, kata Slamet dalam pidato ketika menerima penghargaan bintang jasa Mahaputra Utama III (1973), beliau merasa ibarat seorang yang sedang berdiri seorang diri di tepi pasir yang gersang tanpa pedoman untuk melintasinya sambil mengajak saudara-saudara mengembangkan disiplin ilmu yang baru ini.

Conny Semiawan, mantan rektor IKIP Jakarta yang juga murid dan sempat menjadi asisten Slamet Iman dalam menguji mahasiswa, mengenang Slamet sebagai orang yang sangat tertib, teliti dan juga memiliki wawasan yang sangat luas, selalu berfikir filosofis meskipun bukan ahli filsafat. Dalam menguji mahasiswa, Slamet selalu menegaskan jangan menanyakan apa yang kamu ketahui, tetapi usahakan untuk bertanya apa yang dipahami mahasiswa. Dengan demikian dialog akan terjadi dan mahasiswa dapat mengaktualisasikan dirinya. Menurut Conny Semiawan, Slamet adalah tokoh pendidikan yang berani. Beliau adalah orang pertama mengusulkan perlunya satu standar bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Usul yang beliau lontarkan sepanjang tahun 1979-1981 ini membuat heboh dunia pendidikan. Beliau juga orang yang mengkritik keras minimnya gaji guru yang beliau sebut dapat merusak dunia pendidikan. Beliau membandingkan gaji guru jaman Belanda yang dua kali lipat daripada gaji dokter. Sehingga guru tak perlu mencari tambahan dan dunia pendidikan tidak dicampurbaurkan dengan bisnis. Beliau juga mempunyai andil besar dalam merintis program penerimaan mahasiswa melalui UMPTN. 

Ketika Slamet Iman menjadi Ketua Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN) pada tahun 1979-1980, terjadi booming lulusan SMA yang ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sebagai contoh, UI yang kapasitasnya sekitar 800 mahasiswa tapi jumlah pendaftar 4000 orang. Maka melalui komite yang diketuainya dibentuklah satu sistem penerimaan calon mahasiswa yang sejak 1979 sudah berlangsung dengan nama yang sekian kali berubah mulai dari Skalu, Proyek Perintis, Sipenmaru (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru) dan UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Pria yang dikenal terus terang dan sempat menjadi Pejabat Rektor UI ini, meskipun sudah mengakhiri jabatan sebagai Ketua Komisi Pembaruan Sistem Pendidikan 1980, beliau masih sempat mengurusi penerimaan calon mahasiswa pada tahun 1981. 

Tangan dingin Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia (1950-1953) serta mantan Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1968-1973) ini, juga sudah sangat banyak melahirkan tokoh pendidikan di Indonesia, diantaranya adalah Conny Semiawan, Fuad Hassan, Sujudi, Wardiman Djojonegoro, Mahar Mardjono dan Saparinah Sadli. Para mantan mahasiswanya ini sangat menghormati dan mengagumi gurunya ini. Mereka mengenangnya sebagai guru yang sangat akrab dan suka menularkan pengalaman. Salah satunya adalah ucapan beliau dalam acara peringatan 100 tahun Albert Einstein di ruang Rektorat UI, 1979: ”Ciri orang pandai, hal yang ruwet bisa disederhanakan, sebaliknya orang bodoh akan meruwetkan soal sederhana”. 
Bapak Psikologi Indonesia Slamet Iman Santoso Bapak Psikologi Indonesia Slamet Iman Santoso Reviewed by septiadhi wirawan on Desember 15, 2012 Rating: 5

Tidak ada komentar:



Diberdayakan oleh Blogger.